Maurin Kustinah

Maurin Kustinah

Namaku Maurin Kustinah. Aku sempet tertegun ketika Mas Ndop memutuskan nama itu untukku.
Maurin diambil dari bahasa jawa “moro rene” yang artinya “datang ke sini”, yang disingkat menjadi “moren”, trus diperindah menjadi “Maurin”. Sedangkan Kustinah berasal dari “tikus” yang dibalik menjadi “kusti”. Karena aku cewek cantik, maka Mas Ndop nambahin “nah” di belakangnya. Aku suka nama itu. Perpaduan nama modern dan klasik yang asyik.

Aku datang ke rumah Mbak Mun malam itu. Aku pilih rumah ini karena sepertinya di dalam sana orang-orangnya hangat dan hatinya gak jahat.

Ada Mbak Mun, si ibu, yang keknya dia kurang suka sama kucing kayak aku. Tapi hatinya baik gak ada niat menyakiti.

Ada Pipi, makhluk Tuhan yg unik yang sejak kecil sudah menderita karena saraf di otaknya ada yg gak beres gara-gara mal praktek. Jadi aku yakin Pipi butuh support system dari hewan cantik kayak aku. Aku siap sih dengan resikonya, yang pasti Pipi gak bakalan nyakitin aku karena dia sayang banget sama kucing.

Nah, ini yang bikin aku tenang kalau aku memutuskan hidup di rumah ini, Mas Ndop. Makhluk Tuhan yang cerdas yang memilih hidup single ini sepertinya die hard fan sama kucing. Menurut grup watsap kekucingan, trek rekord Mas Ndop ini lumayan bagus untuk masalah care sama kucing. Walaupun kucing-kucingnya pada ilang dan ada beberapa yang meninggal, tapi itu bukan salah Mas Ndop. Itu sudah kehendak Yang Maha Kuasa. Yang aku suka dari Mas Ndop adalah dia membebaskan kucing-kucingnya untuk pergi ke mana pun. Kabur pun boleh. Yang penting dia memastikan kucing-kucingnya dalam keadaan sehat, kenyang, dan gak tertekan.

Untuk anggota keluarga yang lain, aku no komen deh. Menurut trek rekord di grup watsap kekucingan, mereka bahkan lebih mementingkan main hape ketika ada kucing di sebelahnya kelaparan. Gak papa. Gak salah juga kok. Yang salah adalah yg nyiksa kami aja. Sudah pasti bakalan dimasukin daftar bleklist di grup.

Mas Ndop sepertinya lagi gak enak badan ya? Kok dia pake pake hoodie di dalam kamar? Kok gak kerja juga? Njir aku laper. Makanan kering yang ini rasanya gak enak! Ini pasti yang beli bukan Mas Ndop. Secara dia dari tadi tiduran mulu.

Duh gimana nih? Coba aku jalan ke belakang, siapa tahu ada makanan di tempat sampah. Darurat ini.

Njir gak ada! Duh kok haus ya.. air di bak cuci piring ini sepertinya bersih. Glek.. glek.. glek.. lumayaaan..

Kresek.. kresek..

Apaan tuh? Weladalah tikus! Kejar ah! Njir tikus di sini santuy-santuy banget ya. Masa segampang ini aku menangkapnya? Duh laper. Makan gak ya?

Krek.. nyam nyam..

Kenyang!

Selama sebulan aku hidup seperti ini. Kalau Mbak Mun lupa ngasih makan, aku makan tikus yang aku cari sendiri. Di sini banyak anak-anak tikus yang masih polos dan gampang ditangkap. Kalau terpaksa, aku juga pernah makan yang tikus yang besar. Saya tahu kok ini gak sehat dan banyak penyakitnya, tapi mau gimana lagi, laper bos!

Gak tiap hari juga kok makan tikus. Paling seminggu 2-3 kali. Sisanya makan pindang goreng dicampur nasi yang disediakan Mbak Mun. Makanan legendaris kami sebelum ditemukan teknologi makanan kucing kemasan. Walaupun temen kekucingan di grup watsap suka ngomel-ngomel jangan makan pindang yang digoreng karena bulumu nanti rontok, tapi I’m fine kok. Udah untung dikasih nasi sama pindang goreng yg fresh. Yang nyari makanan busuk di tempat sampah aja banyak. Jadi aku memilih bersyukur saja.

——

Yaaah, ketauan! Gagal deh nongkrong sama tetangga. Padahal aku udah diem banget gak bersuara. Masih ketauan juga. Waduh. Mana cara nggendongnya rapet banget. Aku gak nyaman.

Pipi menggendongku menuju dapur yg letaknya paling belakang di rumah panjang ini. Lalu menutup pintu rapat-rapat.

Iya Pi, siap! Tapi tolong ruangan ini dibersihkan dong! Itu kotak eeknya udah penuh. Bau banget di sini. Trus pas pintunya ditutup, mbok kaca teralisnya dibuka dong. Biar ada sirkulasi udaranya. Daku pengap loh di sini.

Tapi kayaknya percuma ngomong sama Pipi. Dia gak paham. Aku aja gak paham sama bahasa dia. Beda sama bahasa manusia yang lain.

Mas Ndop mana ya? Masih sakit kayaknya.

Kresek.. kresek..

Wah alamat makan tikus lagi nih! Njir air minumnya tinggal dikit. Banyak semutnya pula. Alamat besok mencret nih. Nasib.. nasib. Mas Ndop cepet sembuh dong! Help me!

Baru tidur sejenak karena kelamaan nungguin tikus datang, tiba-tiba kaca teralis dibuka pelan-pelan. Siapa tuuu? Eh Mas Ndop!

Kusapa Mas Ndop dengan sapaan paling manisku. Mas Ndop tersenyum dan ngucap “Haaaiiii” sambil melambaikan tangan ke aku.

Ayo mas, buka pintunya. Aku mau nongkrong sama temen nih! Atau temani aku di sini mas. Aku kesepian di sini. Pengap pula. Bau pula.

Pintu kemudian dibuka. Eh, ternyata beneran! Gosip di grup, Mas Ndop bisa paham bahasa kucing hanya dari tatapan mata kami. Mana ada manusia yg kayak gitu? Aku dulu gak percaya. Paling cuma hoax! Eh, aku sekarang membuktikan sendiri!

Mas Ndop ngedumel sama keadaan sekitar ruangan. Dia mendapati air minum yg kotor dan tinggal dikit. Lalu mencucinya bersih dan diganti air segar dari keran. Lalu meletakkan ke lantai dengan sangat pelan dan sopan. Aku terharu sama sikap Mas Ndop. Dia menganggap aku layaknya manusia yang perlu dihormati.

Setelah minum, aku mendapati pintu ruangan tidak ditutup. Wah makasih Mas Ndop! Akhirnya bisa bebas!

Aku keluar ruangan agak berlari. Lalu ketika aku berhasil keluar rumah, aku mendengar ada yang marah-marah. Ternyata ada perdebatan antara Mas Ndop dan Mbak Mun. Aku berhenti sejenak mendengar perdebatan. Sepertinya Mas Ndop gak setuju aku dikurung. Tapi Mbak Mun gak mau Pipi marah karena aku dilepas. Mbak Mun mau gak mau lebih memilih Pipi dari pada aku dong. Wajar itu. Aku mah siapaa..

Etapi, Mas Ndop kenapa lebih sayang ke aku dari pada Pipi ya?

Karena aku gak enak sama keluarga ini, akhirnya aku main deket-deket sini aja. Yang penting bisa menghirup udara segar.

Dalam sehari, aku ada masa-masa dibebasin tanpa khawatir ketauan Pipi selama beberapa jam. Aku tau Pipi trauma karena kucing-kucingnya yang dulu ilang dan ada beberapa yang mati ketabrak motor. Pipi sempet melihat kejadian mengenaskan itu. Almarhumah Kiki waktu itu tewas mengenaskan ditabrak motor penjual sayur. Berita itu sempet viral di dunia perkucingan. Secara Kiki adalah kucing yang sangat manis. Bersuara lembut. Gak pernah nakal. Eh apes ditabrak motor. Dunia kekucingan saat itu sangat berduka.

Tapi aku tetep kekeuh tinggal di rumah ini dengan segala keterbatasan Pipi dan anggota keluarga yang lain. I know it’s gonna be hard, but I will try my best!

——

Hari ini aku bisa bebas lama banget. Aku bisa main ke tetangga yg agak jauhan. Main sama Bento yang gagah dan ganteng. Sepertinya Pipi tertidur pulas banget hari ini. Makanya dia gak nyariin aku. Xixixi

Aku sama Bento sepertinya cocok. Lalu kami tetapkan tanggal yang cocok untuk kawin.

Di hari ha. Gairah membaraku dan gairah Bento menggemparkan seluruh manusia di gang ini. Suaraku dan suara Bento saling sahut menyahut layaknya motor yang sedang balapan. Hari yang sangat seru.

Karena keasyikan sama Bento, akhirnya aku hamil. Aku baru sadar kalau dalam keadaan hamil kayak gini, tentu saja aku gak bisa selincah yang dulu. Trus aku khawatir kalau Pipi menggendongku dengan rapet. Khawatir baby di dalam kenapa-kenapa. Duh Gusti, tolong lindungi anak-anakku.

Hari ini makan nasi pindang seperti biasa. Cuman yang ini beda ding. Pindangnya jauh lebih banyak dibanding nasinya. Hmm.. sepertinya ini bukan Mbak Mun deh, yg ngasih.

Besoknya aku denger Mbak Mun nyuruh Mas Ndop ngasih makan aku. Kudengar kulkas dibuka. Bau pindang yg sedap membuatku tak tahan. Aku langsung mendekati Mas Ndop. Sebisa mungkin gak menyentuh kakinya. Aku gak mau menghalangi langkah Mas Ndop yang sudah sopan banget sama aku.

Aku mengeong-ngeong agak keras di depan Mas Ndop. Menunggu dengan antusias ketika dia mengiris pindang goreng di talenan, lalu ngambil piring biru, mencucinya bersih pake sabun, lalu menaruh irisan pindang dan mencampurnya dengan nasi dari mejikom. Lalu meniup-niupnya supaya gak panas. Sambil menunggu Mas Ndop mengaduk-ngaduk, aku belai-belai manja kaki Mas Ndop dengan kepalaku.

Makanan diletakkan dengan sopan di lantai. Lalu terdengar Mas Ndop bergegas mencuci tempat minum, menyikatnya pake sikat gigi, lalu mengisinya dengan air bersih. Kulihat mata Mas Ndop berbinar ceria menghampiriku. Bibirnya tersenyum merekah. Muka baby face Mas Ndop itu bikin aku terpana. Sebenarnya umur Mas Ndop ini berapa ya?

Yang saya tahu di grup watsap kekucingan pas ngebahas rekomendasi tuan rumah, Mas Ndop udah hidup sejak lama. Bisa terlihat dari rambutnya yang sudah menipis. Tapi mukanya emang gak kayak teman seumurannya. Makanya banyak yang salah terka. Haha

Mas Ndop lalu meletakkan air minum di sebelah piring dengan sangat hati-hati supaya airnya gak tumpah. Membelai kepalaku beberapa kali. Lalu mengambil gombal untuk membersihkan lantai di sekitarku. Lalu piring pindang dan air minum digeser ke lantai yg sudah bersih. Supaya aku bisa makan di tempat yg bersih dan buluku yang panjang ini gak kotor.

Sepertinya minggu-minggu ini Mas Ndop kelihatan sibuk banget. Aku sering mendapatinya kerja sampe jam 2 pagi di warung kopi Seduluran sebelah rumah. Sebenarnya aku mau menemani di sebelahmu, Mas. Tapi aku gak mau mengganggumu. Kami tahu kok, kamu trauma mencintai kucing. Karena almarhum Fikeri sempet bikin kamu sedih, merasa bersalah, dan kehilangan.

Jadi aku main-main di sekitar sini aja ya Mas Ndop. Okay!

Baru saja sepuluh menit asyik mainan sama kodok, eh tiba-tiba ada suara memanggil. Siapa tuuuh? Oh Pipi. Okay aku datang, Pi! Aku siap dikurung lagi! Semoga hari ini kotak pubnya sudah dibersihin ya. Biar gak bau.

Pipi menggendongku dengan erat sambil ngajak ngomong pake bahasanya sendiri. Lalu membawaku masuk rumah. Memasukkan ke ruangan pengap itu. Menutup pintu. Dan yes! Gak bau! Tapi air minum gak ada. Yaaah apes deh malam ini kehausan. Sebagai sosok kucing yang dikenal sopan santun di pergaulan, aku pantang untuk ngeong-ngeong keras. Karena aku gak mau mengganggu tuan rumah. Sekalipun aku kelaparan, aku akan memohon dengan lirih, pelan, dan sopan.

———

Kandunganku mulai membesar tak terkendali. Them babies di dalam sini sepertinya ada banyak. Kalau kutebak sih ada 5 ini. Kekhawatiranku mulai naik. Gimana ya, caranya menjaga babies ini tetap aman di segala kondisi lingkunganku yang kayak gini? Dengan segala pikiran stressku ketika dikurung sendirian di dalam ruangan pengap itu, plus gendongan tiba-tiba dari Pipi yang erat yang bikin aku gak nyaman, dengan segala kelalaian tuan rumah yang seringkali telat ngasih makan? Aku galau. Aku merasa bersalah kenapa aku harus hamil :(

Aku lihat Mas Ndop mengintip dari balik teralis kaca. Aku sedang duduk di kursi kotor penuh debu yang empuk. Aku lihat sepasang mata sedih dan bingung di depan sana. Hari ini Pipi sedang marah besar karena hapenya rusak. Aku tau Mas Ndop mau ngebukakan pintu ini. Tapi dia takut Pipi semakin marah. Akhirnya Mas Ndop cuma pasrah sambil bilang gini ke aku, “Yang sabar ya, Kus. Di sini emang gini orangnya. Semoga kamu kuat ya. Aku pengeen banget membuka pintu ini, tapi apalah daya, keadaan tidak memungkinkan.”

Iya, Mas. Aku tahu resikonya sejak awal kok. Aku juga tau kalau Mas Ndop juga bingung harus ngapain. Mas Ndop kerja aja ya. Cari duit yang banyak. Biar hidupmu gak susah, Mas.

Kudengar Mas Ndop cuci muka di kamar mandi. Lalu nyempetin nengok aku, senyum ceria, sambil dada-dada, sebelum dia balik ke kamarnya.

———

Akhir-akhir ini aku kok merasa lemes. Males gerakin badan. Pinginnya mager tiduran aja gitu. Duh, perut kok rasanya gak enak. Mules. Pup juga mencret. Kayaknya aku sakit deh ini.

Duh, maaf banget nih. Jadi nyusahin keluarga ini. Saya tahu yg panik ini bakalan Mas Ndop! Mana dia lagi sibuk banyak kerjaan. Gimana nih? Duh aku bingung. Yaudah rebahan aja kali ya di paving sini.

Ketika aku rebahan miring, tiba-tiba ada tangan mengelus-elus kepala dan perutku. Ekorku kugerak-gerakkan sebagai respons kenikmatan. Sesekali kusapa pelan sosok berhati lembut itu. Sepertinya dia agak nganggur hari ini. Kok sempet ngelus-ngelus badanku.

Tiba-tiba sosok itu mengambil kayu. Lalu mengambil sesuatu yg bergerak-gerak di bulu ekorku yg hitam. Warnanya yg putih jadi tampak jelas. Lalu dia menekan-nekan sesuatu itu di batu. Sampe dia hancur dan mati.

GAWAT NIH! Mas Ndop tahu aku cacingan!

Aku semakin gelisah. Jangan sampe aku bikin mas Ndop stress. Tujuanku hidup di sini untuk menghibur. Bukan merepotkan. Tapi gimana nih, badanku juga lemes. Pinginnya mager aja rebahan kayak gini.

Kutunggu respons Mas Ndop sehabis membunuh cacing putih itu. Dia tampak panik tapi masih wajar. Kelihat dia masuk rumah dengan sedikit berlari. Kudengar dia bilang ke Mbak Mun kalau aku cacingan. Mbak Mun bilang nanti akan sembuh sendiri. Gak usah bingung.

Aku lega. Ternyata aku gak bikin panik keluarga ini. Sekarang PRnya adalah gimana aku bisa sembuh dari cacingan ini? Kalau di sini terus, di tempat yg kotor kayak gini, keadaan bakalan makin parah. Jadi kayaknya aku harus keluar dari rumah ini agak lama untuk proses self healing. Lalu balik lagi kalau udah bisa aktif bergerak lagi.

Tapi di mana coba? Menurut trek rekord, lingkungan di sini sangat ngeri untuk kucing liar. Rata-rata mati keracunan makanan tikus, atau dibunuh, gimana gak serem tuh? Aku gak mau menambah deretan kucing ilangnya keluarga ini deh. Aku mau menemani keluarga ini sampe nanti. Selama mungkin. Sekuat mungkin..

——

Kandunganku makin besar. Semangat untuk menjaga bayi di dalam kandungan membuatku survive dari cacingan kemarin. Mencretku juga sudah sembuh.

Hari ini pasir eek diganti baru. Yang awalnya kayak pasir, diganti yg bulet-bulet. Wuih canggih bisa nyerep pipis dengan baik. Pupku jadi gak bau. Tertutup sama bau wanginya. Oke nih! Makasih tuan rumah! Pasti ini Mas Ndop yang beli!

Malam ini aku dilepas lagi. Tapi aku lagi males keluar rumah. Pingin rebahan aja. Kulihat Mas Ndop asyik main game di kasur. Aku temani ah.

Aku melompat ke kasur. Lalu mlungker. Mas Ndop memeriksa dengan seksama ekorku. Memastikan tidak ada yg bergerak-gerak lagi.

Aman Mas! Kalau aku cacingan, aku tau kok. Aku gak bakalan naik ke kasurmu juga.

Kustinah di kasur Mas Ndop

Mas Ndop ngelus-ngelus aku. Pipi terbangun dari tidur. Lalu dia ke belakang rumah. Manggil-manggil aku. “Puuuuus..”

Sebagai kucing yang baik hati, sopan dan patuh sama kode etik dunia perkucingan, aku wajib datang ketika ada yg memanggil. Urusan nanti di PHP atau enggak, ai dount ker!

Aku datang menjumpai Pipi. Lalu dia memasukkanku ke dalam ruangan itu lagi itu lagi. Yaaah, apes deh! Padahal lagi asyik dielus-elus sama Mas Ndop. Sayakin Mas Ndop sedih karena aku tinggal. Tapi aku tau Mas Ndop gak bisa berbuat apa-apa. Soalnya yang dihadapi bukan Pipi, adiknya. Tapi ibunya.

Ya nasip. Ya nasip.

——

Di saat aku termenung meratasi nasip di kamar pengap ini, tiba-tiba banyak orang terbangun dan terdengar suara piring dan sendok beradu. Hmm.. ada apa ya? Kok jam segini ada orang makan bareng-bareng? Ini masih jam 3 pagi loh!

Mereka tau gak ya, jam segini tuh aku selalu merasa kesepian karena terbangun sendirian dan mau ndusel-ndusel gak bisa. Terhalang pintu besar kokoh ini. Mas Ndop sering banget jam segini ke kamar mandi. Tapi aku tau Mas Ndop gabisa berbuat apa-apa selain memandangiku dari balik kaca teralis dan menyapa hai.

Lantenya kotor pula ini gak disapu. Bulu ekorku yg lebat ini jadi kotor. Ngandalin Mbak Mun juga gak bisa. Mbak Mun jalan kaki aja sakit. Satu-satunya harapanku adalah Mas Ndop, tapi dia sibuk banget ya ampun. Mana kandungan makin besar ini. Aku butuh kasih sayang.

Pernah aku terkurung di ruangan ini sampe lemes kelaparan. Satu-satunya harapan ya pintu terbuka. Mbak Mun sering ngelepasin aku kalau Pipi sudah tidur. Membiarkanku lepas bebas main ke mana aja. Tapi aku juga pernah apes ketika baru saja keluar gak jauh, aku sudah diangkat paksa oleh Pipi dengan erat padahal kandunganku sebesar ini.

Aku hanya bisa pasrah. Gak bisa menolak. Mencakar manusia bukan attitudeku, apalagi menggigit. Aku adalah kucing yang manis, sopan, dan nurut. Titik.

Romadhon sudah usai. Para manusia kayaknya sedang berbahagia. Makanan melimpah. Aku di belakang mencium aroma makanan yang aku kurang suka. Pindang mana pindang? Mbak Mun rutin ngasih aku makan. Walaupun aku rasa nasinya kebanyakan. Gak papa yang penting kenyang.

Aku lihat Mas Ndop sedang main ke tetangga sebelah. Perutku mulai ada rasa kurang nyaman. Aku mau ngode ke mereka ah. Mereka berdua kan pecinta kucing. Jadi semoga mereka menangkap kodeku ini.

Halim menyentuh perutku dengan pelan. Sentuhan pecinta kucing beneran. Dia mencoba merasakan apakah ada yang bergerak di dalam perutku yang besar banget ini.

“Iki wis meh lahir Mas Ndop. Kalau nggak nanti, ya besok.” kata Halim ketika memegangi perutku.

Mas Ndop kayaknya agak panik soalnya ini masih masa lebaran. Banyak tamu bakalan datang. Apalagi besok banyak tamu datang dari Tulungagung. Aku cuma bisa pasrah sama keadaan. Sebisa mungkin gak akan merepotkan orang rumah yang lagi sibuk menerima tamu. Aku gak mau mengganggu mereka.

Tapi aku punya firasat yg kurang enak. Entah mengapa aku pingin dekat-dekat dengan Mas Ndop. Ketika dia pindah tempat di depan musholla, aku ikuti dia. Aku tiduran di sebelahnya.

Hari semakin gelap. Perutku semakin terasa gak enak. Aku rasa ini waktunya. Entah kapan keluarnya aku gak tau. Aku terus berkeliling rumah mencari tempat aman untuk melahirkan. Aku menyelinap laci bifet kamar sholat. Di sini kayaknya aman dan tersembunyi.

Ketika aku jalan mondar-mandir, Mas Ndop curiga. Wah, kayaknya dia tahu kalau aku sedang mencari tempat melahirkan. Mas Ndop langsung menyiapkan kardus yang sebenarnya sudah ada sejak beberapa hari yang lalu. Tapi kerdus ini kurang bersih, Mas. Di pinggirnya ada tai burung tuh. Tapi kalau terpaksa harus lahir di sini, aku cuma bisa pasrah.

Ketika perutku makin terasa gak nyaman, aku panik. Mas Ndop mendapatiku sedang ngeden di lantai. Aduh aku merasakan ada yang mau keluar. Mas Ndop menyuruhku masuk ke kerdus. Sebagai kucing yang baik, aku nurut.

Aku ngeden di kardus beberapa kali. Sampe keluar anak pertama. Yes aku berhasil. Lendir yang menutupi wajah anakku aku jilati dan aku gigit supaya robek dan anakku bisa menghiruo udara. Bersyukur dia hidup!

Mas Ndop melihatku dengan gembira. Pipi juga. Kelahiran kedua aku melakukannya sendirian. Gak ada teman. Hari sudah tengah malam. Kira-kira jam 12 lebih. Untungnya kelahiran kedua juga lancar. Bersyukur anak kedua juga hidup!

Kelahiran anak ketiga lumayan lama. Aku keluar dari kardus untuk jalan-jalan sebentar. Ketika aku masuk ke kamar sholat, tiba-tiba ada yg mau keluar. Aku lahiran di laci bifet kamar sholat!

Waduh gawat ini! Anakku terpisah-pisah. Yang dua di kardus ruangan lain, yang satu di sini. Duh gimana ini. Aku gatau cara menggendong anakku. Ini kelahiran pertama soalnya.

Ada orang yang memanggil-manggil namaku. Tapi aku sedang menyusui anakku yg di kamar sholat. Ada yang khawatir aku ilang ke mana. Lalu kutinggal anakku, aku keluar dari kamar sholat. Kususui anakku yang dua.

Di kardus itu, aku merasakan sesuatu yang janggal. Anakku ke empat susah sekali keluarnya. Aku ngeden sekuat tenaga berkali-kali. Namun cuma rasa sakit yang menusuk-nusuk di kelaminku yang aku rasakan. Ya Tuhaaan aku gak kuat mengeluarkan anak ini!

5 jam berlalu. Aku masih terbaring lemas di kardus. Sambil sesekali ngeden untuk mengeluarkan anakku. Aku sudah kecapekan.

Maurin melahirkan

Mas Ndop tiba-tiba mengelus-elus aku sambil ngasih ikan pindang 2 iris. Aku makan semuanya karena aku lapar. Walaupun rasanya gak senikmat kayak sebelumnya. Mas Ndop curiga. Kenapa anakku masih dua yang keluar? Sementara perutku masih besar.

Aku pingin ngejelasin ke Mas Ndop kalau anakku sudah tiga yang keluar. Satunya ada di kamar sholat. Di laci bifet mas! Tapi nihil. Yang keluar cuma suara ngeong pelan. Mas Ndop gak bakal paham.

Halim tiba-tiba datang. Dia ngecek perutku yg masih besar. Dia diam lama banget. Halim paham ada sesuatu yang gak beres. Tiba-tiba Revina juga datang menjengukku. Rame di sini sekarang. Aku mengeden tapi gak ada efek apa-apa. Kecuali rasa sakit yg menyayat.

Semua tegang. Kecuali Mbak Mun yang santai. Mbak Mun emang bukan pecinta kucing. Tapi dia optimis semua akan ditolong oleh Tuhan. اٰمِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْن

Aku sempet keluar lagi ngecek anakku yang di kamar sholat. Namun gak ada yg mencariku di sana. Semua orang menganggap anakku cuma ada di kardus. Cuma dua.

Habis menyusui anak ketiga, aku istirahat dulu di paving belakang rumah. Aku capek banget.

8 jam berlalu. Aku kembali ke kerdus untuk menyusui kedua anakku. Aku ngeden sekuat tenaga. Gak ada yg keluar. Tiba-tiba aku sesak nafas. Aku bernafas secepat mungkin supaya kembali normal lagi. Dan aku berhasil. Aku bisa tenang lagi.

Tamu dari Tulungagung mulai berdatangan. Semua orang sekarang fokus ke tamu. Aku sudah siap dengan kemungkinan terburuk yg akan terjadi. Sudah resikoku melahirkan di usia yang sangat muda.

20 jam berlalu. Aku semakin lemas tak berdaya. Tidak ada makanan yg masuk ke perutku selama itu. Selain dia iris pindang. Sementara bayi di dalam perutku masih susah dikeluarkan. Aku selalu berusaha ngeden tapi hasilnya nihil. Aku hanya bisa pasrah kepada Tuhan. Aku berdoa supaya diberi pertolongan. Siapapun itu yang tergerak hatinya, please berbuatlah sesuatu. Ada yang gak beres terjadi di dalam perutku. Aku dalam keadaan tidak baik-baik saja. Aku kesakitan!

Kudengar tamu Tulungagung berkerumun melihatku berusaha mengeluarkan anak di dalam perutku. Aku sebenarnya gak suka membuat mereka khawatir. Tapi aku gak punya pilihan lain. Kelaminku semakin sakit parah. Ketuban juga sudah kering. Bayi di dalam perut ini gak tau nasibnya seperti apa.

30 jam berlalu. Bersyukur Tuhan masih memberiku kekuatan. Gak bisa membayangkan kalau aku gak kuat hidup lagi. Pasti seisi rumah bakalan sedih. Aku gak suka melihat mereka sedih.

Tiba-tiba 2 anakku dipindahkan di dalam tas. Aku disuruh masuk ke dalam. Aku nurut saja. Walaupun ketika jalan, sakitnya minta ampun. Aku bergerak seolah-olah tidak sakit. Supaya mereka gak panik.

Di dalam tas itu, aku melihat alam di sekitarku bergerak mundur. Aku diantar menuju ke tempat yang aku belum pernah temui. Aku ditaruh di bawah selama 10 menit. Aku gak tau mau diapain di sini.

Pintu gerbang putih itu tiba-tiba dibuka. Aku dibawa masuk. Lalu resleting tas dibuka. Ada wanita bermasker yang memeriksa kelaminku. Lalu lima menit kemudian aku sudah gak ingat apa-apa.

——

Aku gak tau apa yang terjadi, tiba-tiba aku dan kedua anakku sudah berada di kandang besi. Tanganku disuntik infus. Perutku banyak perban. Dan aku merasa gak ada apa-apa di dalam perutku sekarang. Tapi aku merasakan sakit sekali. Badanku lemas.

Sambil memandangi kedua anakku, lalu aku teringat sesuatu. ANAK KETIGAKU MANA??? Aku stress banget. Ini sudah sore. Tadi rasa-rasanya aku di sini masih pagi. Ya Tuhan ampunilah aku. Aku belum menyusui anakku selama 7 jam!

Aku terus berdoa kepada Tuhan sambil menahan sakit yang sangat.

Tiba-tiba pintu gerbang dibuka. Mas Ndop masuk ke ruangan bersekat kaca. Lalu membawa anakku yang ketiga. Aku lega sekali. Namun aku sadar aku makin lemas. Apakah bisa aku menyusui mereka bertiga dalam keadaan lemas begini?

Mas Ndop ngelus-ngelus kepalaku dengan kasih sayang. Anak ketigaku nampaknya sudah sangat kelaparan. Dia gak kuat menyedot susu kayak kedua anakku yg lain.

Trus tiba-tiba aku teringat sesuatu lagi, anak-anak di perutku yg belum lahir ke mana? Aku stress banget karena aku merasa ada yg tidak beres.

Malam datang. Gak ada orang yang datang membawa sisa anak-anakku. Aku stress. Aku semakin gak semangat hidup. Aku gagal melindungi anak-anakku yg belum lahir. Tuhan ampunilah aku :(

Hari berganti. Infus di tanganku masih terpasang. Keadaanku semakin memburuk. Aku lemas sekali. Lalu kuperiksa anak-anakku satu persatu. Anak kesatu masih aktif bergerak, anak kedua juga, anak ketiga sepertinya masih tidur pules. Lalu ketika aku mau peluk anak ketiga, dia tidak bergerak sama sekali.

Naaak, bangun naaak.. dia diam saja kaku.. aku makin shock. Aku gagal melindungi anak ketigaku. Aku gagal jadi orang tua yang baik. Aku frustasi. Aku butuh support. Tolong ke sini siapapun kalian. Mas Ndop tolong, Pipi tolong, Mbak Mun, Halim, Revina, tolong ke sini beri akh support. Aku di sini kesepian dan makin lemas.

Hari berganti lagi. Aku dan kedua anakku masih diberi kenikmatan hidup oleh Tuhan. Walaupun aku semakin lemas. Belum ada peningkatan sama sekali.

Pagi menjelang siang, Mas Ndop datang menjengukku. Mengelus-elus kepalaku dan anak-anakku. Aku yang sudah kehilangan semangat hidup, jadi tumbuh lagi.

Sorry Mas Ndop aku harus menyusahkanmu. Kamu jadi repot harus ke sini menjengukku. Aku akan berusaha sekuat tenaga untuk hidup. Mohon doanya ya.

Mas Ndop kemudian pulang. Aku kesepian lagi. Stress lagi. Sakit lagi. Kali ini rasanya sangat sakit di bagian perut. Ada apa ini ya Tuhan! Perutku mules gak karuan. Kepalaku pusing. Pandanganku kabur. Aku lalu muntah cairan coklat banyak sekali. Lalu ada sesuatu yang panjang bergerak-gerak berwarna putih di dalam cairan coklat itu. Tubuhku gemeteran. Apakah ini penyebab semuanya? Cacing?

Tubuhku makin sakit. Aku sudah gak kuat lagi. Tubuhku kejang-kejang. Aku sudah tidak bisa melihat lagi. Semuanya gelap.

Aku masuk ke alam fikirannya Mas Ndop. Aku ingin bercerita tentang hal ini kepada Mas Ndop. Hanya dia yang layak mendapatkan kisah ini. Biarlah nanti dia tulis di blog kesayangannya.

Maurin Kustinah meninggal :(

____

KUSTINAAAAH! Ini akuuu.. Mas Ndop!

Terima kasih sudah cerita panjang lebar di blogku. Seharian setelah kepergianmu, aku nangis di dalam kamar sendirian. Bantalku basah. Aku capek seharian ini mikirin keadaanmu. Aku panik!

Ketika dokter mengabarkan kalau kamu semakin lemas, aku sedih bukan kepalang. Tapi aku mencoba menguatkan mentalku. Aku bahkan harus terapi mental dengan main ke rumah Kety, musuhmu yg kau benci itu! Haha. Kety anaknya 7 sekarang!

Ketika dikabarkan anakmu ketiga mati itu, aku juga sedih banget. Aku merasa bersalah karena baru menemukan anak ketigamu di kamar sholat. Mbak Mun mendengar suara ngeong-ngeong di dalam bifet siang itu. Aku yang capek habis sepedahan 30 kilo harus mengirim anakmu ke dokter supaya kamu susui. Namun ternyata aku terlambat, anakmu gak survive keesokan harinya. Aku menyesal, Kus! Maafkan aku :(

Ketika 5 jam setelah kamu melahirkan, aku sungguh menyesal tidak langsung membawamu ke dokter untuk dibantu persalinan. Aku malah buka google dan mencari artikel kucing melahirkan lama. Di artikel itu tertulis maksimal 36 jam. Jadi aku sempat lega setelah membaca artikel itu.

Tapi sejujurnya ketika aku melihatmu sesak nafas itu, aku ikut merasakan sakitmu. Kuingin segera membawamu ke dokter tapi apalah daya aku dicegah. Disuruh tenang. Karena semua sudah diatur oleh Tuhan.

Maafkan aku, Kus! Aku yang bodoh ini.

Awal kamu datang ke sini, aku agak cuek sama kamu. Aku beneran lagi sakit memang. 3 minggu aku gak deket sama kamu. Maafkan aku. Kamu pasti tersiksa dikurung terus di ruangan belakang yg pengap dan bau itu. Aku pingin banget mengeluarkanmu saat itu. Tapi apalah daya, aku butuh mood bagus ketika sakit. Kalau Pipi marah, moodku akan turun dan aku gak sembuh-sembuh.

Maafkan aku yang egois ini, Kus! :(

Ketika dokter ngirim video pas kamu muntah-muntah ada cacingnya, aku panik. Dadaku sesek. Aku gak doyan makan :(

Apalagi ketika kamu di-infrared trus kamu kejang-kejang itu, aku kaku. Dadaku semakin sesak. Tapi aku gatau harus ngapain. Karena kamu sudah ditangani oleh dokter yang sudah ahli. Aku percayakan sepenuhnya ke dokter itu :(

Maafkan aku telat ke sana ketika kamu sudah sakarotul maut. Kamu sudah meninggal dunia ketika aku ke sana bersama Pipi dan Farhan. Aku bahkan tidak berani menyentuhmu karena takut menangis di dokter. Aku mencoba untuk kuat. Pipi dan Farhan juga sepertinya biasa aja ketika kamu meninggal. Maafkan ketidakpekaan kami ya, Kus. :(

Tapi sejujurnya aku sangat terpukul setelah kepergianmu. Bahkan dua hari setelah kepergianmu, aku masih pasang wallpaper wajahmu di hapeku. Aku masih shock kenapa kamu secepat ini meninggalkan kami. Kamu yang sebelum melahirkan tampak sehat-sehat saja, meninggal setelah melahirkan :(

Semua orang sedih melihat kepergianmu, Kus. Semua followersku sayang kamu. Banyak ucapan duka datang ke aku. Kamu adalah kucing terbaikku selama ini. Gak pernah nakal, gak pernah naik ke meja, gak pernah merebut makanan, gak pernah nyakar, gak pernah nggigit, gak pernah rame. Ngeongmu sangat lirih dan sopan. Kenapa kucing sebaik kamu harus pergi secepat ini :(

Ucapan duka kepada Kustinah

Ucapan duka kepada Kustinah

Maafkan aku hanya bisa mengusahakan persalinanmu di dokter. Telat pula. Aku. Menyesal. Banget!

Anak-anakmu yang dua itu aku namai Pia dan Tutu ya? Gak papa kan? Karena mereka berdua piatu.

Sekarang mereka berdua sedang disusukan pada induk lain yang barusan melahirkan juga. Tiga hari lebih awal dibanding kamu. Semoga anak-anakmu sehat dan survive terus sampe nanti ya, Kus! Nanti setelah bisa makan sendiri, akan kupelihara sebaik-baiknya. Aku gak mikir keuangan lagi. Aku gak mikir orang lain lagi. Semua harus yang terbaik untuk anak-anakmu nanti!

Kustinah, kamu sekarang sudah tenang di surga ya. Kamu mati syahid karena telah berusaha maksimal melahirkan anak-anakmu. Jangan menyesal lagi ya. Kamu gak salah sama sekali. Akulah yang salah. Aku minta maaf. :(

Sebisa mungkin aku akan jenguk anak-anakmu setiap hari. Aku cek perkembangannya setiap hari. Aku ingin mereka mengenal aku. Dan juga Pipi. Dan juga Farhan.

Kus, doakan aku segera bergembira lagi ya. Aku masih shock akan kepergianmu.

Terima kasih sudah 3 bulan ini ada di hidupku, hidup kami, kami sekeluarga. Kamu benar-benar kucing yang manis. Mohon maaf sekali lagi atas perlakuan kami yg tidak pantas untuk kamu terima.

Good bye, Kustinah!
I love you
:(

Tanggal-tanggal penting:

  • Rabo, 24 (atau Kamis 25 lupa! Haha) Februari 2021: Kustinah datang ke rumah
  • Jumat, 14 Mei jam 11 malam: Kustinah melahirkan
  • Minggu, 16 Mei jam 8 pagi: Kustinah dibawa ke Dokter Anggun Jatirejo untuk operasi cesar dan sterilisasi (diangkat rahimnya).
  • Minggu, 16 Mei jam 2 siang: Anak kustinah ketiga dibawa ke Dokter Anggun.
  • Senin, 17 Mei subuh: Anak ketiga meninggal. Namanya Tella. Karena dia “tela”t diantar :(
  • Senin, 17 Mei malam: Kondisi Kustinah makin lemas. Kemungkinan karena kelamaan anaknya nyangkut di dalam. :(
  • Selasa, 18 Mei jam 14.22: Kustinah muntah cairan coklat dan ada cacingnya. :(((((((
  • Selasa, 18 Mei jam 16.26: Kustinah disinari infrared, kondisi sangat kritis. :(((((((
  • 10 menit kemudian, 18 Mei jam 16.34: Kustinah meninggal dunia. :((((((((((

Informasi berupa foto, video, tentang Kustinah semasa hidupnya, bisa klean check di highlight instagram @dzofar.

Kalau ada yang mau video Kustinah ketika sakit, yang tidak layak untuk diposting di social media, bisa minta via direct message instagram @dzofar.

Thank you.

6 Comments

Leave a Reply to Silviana NoeritaCancel reply