Saya Sadar Kalau Saya Gila!

Keknya aku terkena mental heath deh. Gimana nggak, di umur yang (kata orang-orang modern zaman now) sangat tua ini, aku menolak untuk dipanggil “om” atau “bapak”. Segala hal berbau tua saya tolak!

Padahal sewajarnya aku harusnya gak papa dipanggil om atau pak/bapak. Teman-teman sebayaku sudah jadi om-om atau bapak-bapak semua. Gak usah lah teman sebaya, teman 10 tahun di bawahku, 80 persenan sudah jadi bapak-bapak. Karena mereka sudah punya istri dan anak.

Entah mengapa, kalau ada yang manggil “bapak” walaupun itu dari kastemer serwis bank yg nawari asu ransi, aku pasti bilang, “Maaf, manggilnya mas aja bisa gak?”. Dan kalau si ce es bilang, “Okay, Pak!” Aku pasti bakalan menutup telpon! Karena sudah dua kali alias sudah tak termaafkan! Hahaha

TAKUT BANGET! :takut:

Di Indo atau Alfamart, pelayan-pelayan lama sudah pada apal kalau khusus aku, mereka manggilnya “kak” atau “mas”. Karena pernah sesekali ada karyawan baru manggil aku “pak”, langsung aku bilangin, “Mas aja manggilnya. Hehehe”. Sambil ketawa sih, tapi ketawa mengancam! HAHAHA. Seketika itu di pelayan langsung minta maaf. Trus aku jadi gak enak. :takut:

Emangnya kenapa kalau dipanggil “om” atau “pak”?

Nah, pertanyaan ini GAK PERNAH ditanyakan sama teman-teman twitter yg kerjaanya NYERANG mulu itu. Merasa mereka paling benar. Mereka ngejaj aku seolah-olah “penyakitku” ini SUWALAH POL! Mereka terkesan MEMAKSAku untuk menerima panggilan itu secara wajar. Gaboleh marah. Gak boleh sensi.

PADAHAL ini yang saya rasakan..

Jadi ketika klen manggil aku “Om” (atau Pak, dan sebangsanya), tiba-tiba dadaku sesek, nafasku kayak tertahan gitu, tiba-tiba ada enerji negatif datang yang memicu bibirku untuk bilang “JANCUK GATEL OJO NYELUK OM CUK!”.

Dan asal kalian tahu, enerji negatif yang bikin aku bad mood itu berlangsung selama minimal setengah jam.

Kalau aku bilang, “Maaf, manggilnya mas aja ya. Aku gak nyaman dipanggil om.”
Trus dia jawab, “Siap, Om!”.
Alias aku mendengar “om” dua kali, maka bad moodku nambah jadi sejam!

Selama bad mood itu, daku akan berafirmasi, menyemangati diri bahwa semua akan baik-baik saja. Kalau lagi parah-parahnya, aku akan bilang ke diri sendiri, “IYA IYA, AKU SUDAH TUA! AKU SUDAH OM-OM!” dan kalau sudah begitu, jadi 2 jam! Karena aku mendengar kata “om” sebanyak 4 kali!

CAPEK BAAANGET! :taktahu:

Semua orang pasti mengira aku denial. Wajar sih. Karena mereka hanya pakai parameter umur saja. Padahal parameter tuanya seseorang itu bisa dari perilaku, cara berfikir, kedewasaan, dll.

Nah, apakah aku bener denial?

Menurutku, akutu gak denial. Aku gak mau dipanggil “om” atau “pak” ya karena aku emang gak ada karakter ke situ sama sekali. Om-om atau bapak-bapak itu mainnya facebook, aku main instagram. Om-om itu perutnya buncit, aku langsing. Om-om itu tidak lincah, aku dari kamar mandi ke kamar aja lari kenceng kayak kancil. Om-om itu dari rumah ke Indomaret 100 meter aja naik motor karena males gerak, aku ke mana mana naik sepeda. Om-om itu gaptek, aku melek teknologi banget! Om-om itu hapenya pakai bahasa indonesia, aku bahasa inggris. Dan lain-lain..

Kalau kalian ngeyel dengan bilang, “Berati anak-anak SMP yang punya hape trus hapenya pakai Bahasa Indonesia, dia om-om?”

Trus karena daku salah dan kalah berargumen, maka aku akan marah-marah, “YA SUKA-SUKA AKU LAH! KALAU GAK SETUJU YASUDAH!”

Apakah sifat yang kayak gitu bisa dibilang dewasa? Tentu saja tidak ya. Jadi sudah sangat terbukti kalau mentalku dan isi otakku itu masih seumuran anak SMP yang emosian dan gak stabil.

Kalau diukur dari kepribadian, umurku seharusnya maksimal 18 tahun kali ya. Masih sangat labil.

Lihatlah fotoku di bawah ini. Ini saya foto pada 17 Desember 2021:

Ndop SMA

Lihatlah dengan seksama wahae fallawers twitterku yang hobinya nyerang mulu. Support gak pernah. Apakah ada TAMPANG OM-OM atau BAPAK-BAPAK di foto di atas? Buka MUWATAMU lebar-lebar BESTI!

Sumpah aku emosi banget ketika daku marah karena hatiku disakiti, eh malah aku yg disalahin. Kan jadi tambah marah ya. Katanya well ejukeited, tapi memahami perasaan orang lain aja gak bisak! Pa tu the yah!

Ini bukti kalau aku gak halu. Banyak komentator yang bilang masih pantes masuk SMA lagi:

Thank You Komentator!

TERSIKSA

Gara-gara penyakit jiwaku ini, daku jadi males bertemu orang baru. Pingin banget tapi takut dipanggil om atau pak. TAKUT BANGET sumpah! Trus ketemu anak kecil juga TAKUT BANGET! Peluang aku dipanggil “om” sama anak kecil itu 99% soalnya. TAKUT BAAANGET kalau moodku jadi rusak hanya karena hal (yang menurut orang-orang) SEPELE. Dan kalau mood lagi down begitu, daku melakukan apapun dengan enerji negatif. Gak sparkling joy.

Mau marah, GAK BOLEH! Karena aku yg GAK WAJAR!

Aku nemu solusinya sih. Sebelum dia manggil aku, aku akan memperkenalkan diri. “Halo Dik, aku KAK Ndop.” Sengaja ngucapin “kak”nya kenceng banget biar si adik kecil paham kalau daku gamau dipanggil SELAIN kak! Hahaha

Kalian tahu gak, alasan paling kuat kenapa aku suka belanja online padahal aku cenderung extrovert?

Ya karena menghindari panggilan “pak” atau “om” tadi. Kalau ketemu orang yg udah kenal sih aku fine-fine aja. Soalnya mereka pasti manggil aku dengan nama langsung atau “mas”.

AKU GAK PERNAH MANGGIL OM KE ORANG LAIN

NAH INI FAKTA MENARIK! Aku manggil orang gak dikenal itu dengan “KAK”. Sama kayak olshop² di toped kan manggil pelanggan dengan “kak” atau “gan”. Soalnya itu panggilan untuk semua umur. Panggilan aman. Gak bakal ada yg tersinggung.

SAMPE KAPAN?

Sampe sembuh! Sayangnya aku gak mau sembuh dalam waktu dekat ini! Aku pingin dipanggil nama langsung, atau mas, FOREVER! SELAMA-LAMANYA! Sampe mati pingin dipanggil Ndop atau Mas Ndop aja. Sama kayak Kak Seto ituloh. Atau Kak Nunuk. Kan masih dipanggil kakak masio sudah punya anak bahkan cucu. Akutu pingin kayak mereka deh. Keknya seruuu banget.

Sebenarnya kalau sudah nikah dan punya anak, aku boleh dipanggil om, atau pak. Soalnya kan sesuai status. Kalau sekarang jelas gak mau karena belum punya anak istri itu namanya masih joko dan masih mas-mas.

Sayangnya akutu GAMAU NIKAH sekarang! Gatau kalau nanti. Tapi kayaknya enggak deh. HAHAHA.

SUDAH GILA MEMANG!

GAK COCOK TINGGAL DI INDO

Di sini, budayanya adalah menuakan seseorang itu tanda menghormati. Jadi dipanggil ibu, bapak, itu tanda sopan.

Tapi apakah hal itu relefan di zaman sekarang? Di zaman orang pada berlomba-lomba meremajakan diri dengan giat berolahraga, makan makanan sehat, skinkeran, bahkan sampe oplas?

Apakah tega, dengan segala effort meremajakan diri sampe habis ratusan juta, klen masih “menuakan” mereka?

Kalau aku sih enggak ya. Gak tega.

Jadi, aku punya kenalan seumuran mbah-mbah yang doyan lari banget sampe Full Marathon (42 km). Pas chat di grup anak lari, SEMUA anggotanya manggil dia “tante”. Aku, dengan segala hormat atas segala usaha dia menginspirasi anak muda untuk jangan kalah sama dia yang jauh lebih tua umurnya, memanggilnya “kak”. Kak Eva. Seketika grup itu tertawa karena aku berani-beraninya manggil tante-tante dengan panggilan “kak”.

Trus karena aku masih anak kecil, aku bilang gini, “Ini grup anak lari. Tujuan lari itu supaya sehat dan tentu saja awet muda. Jadi sewajarnya di sini manggilnya kak. Masih muda semua. Jadi masih cocok banget kalau aku panggil kak Eva.” Dan sudah bisa ditebak, daku hanya mendapat emoticon ketawa karena emang dianggap gak sopan.

Ya bodo amat sih. HAHAHA

Di Amerika sana, atau di banyak negara lain, keknya manggil nama langsung itu JUSTRU bisa mempererat hubungan pertemanan. Memanggil nama langsung itu kan sama kayak sebaya. Bayangin aja, ngobrol sama temen sebaya versus ngobrol sama temen yang jauh lebih tua, pasti rasanya beda ya. Yang sebaya pasti lebih renyah dan gak ada gap. Los dol tanpa sensor dan sungkan.

Kenyamanan dalam mengobrol seperti ini kenapa gak dibudayakan ya di sini?

Padahal keuntungan ngobrol sama yang lebih tua tapi kita panggil dia sebaya adalah:

  1. Dia jadi merasa muda. Wicis gud ya!
  2. Kita jadi bebas pakai bahasa apa aja. Asal gak sampe kelewatan misuh-misuh cak cuk ya.
  3. Yang lebih muda jadi tambah wawasan. Yang lebih tua jadi tau perkembangan zaman
  4. Coba ini diterapkan di lingkungan kerja, maka etos kerja akan mutlak etos kerja. Gak akan ada sogok-menyogok. Gak akan ada perasaan gak enak sama yg lebih tua. Jadi kalau si tua bersalah, ya salah. No debat. Masio dia pimpinan perusahaan sekalipun tetep salah.

Jujurly, ketika ngobrol trus tiba-tiba ada yg manggil aku njenengan, aku jadi gak enak loh. Mau ngobrol jadi males karena dia sudah hormat duluan. Segala yang keluar dari mulut/jari dia akan dibalut kesopanan. Bisa jadi dia akan menutupi banyak hal karena biar sopan. So, obrolan jadi sangat kaku dan tidak neicrel.

HAL ITU YANG AKU GAK SUKA!

JADI GIMANA?

Ya khusus aku, khususon aku doang, PLEASE-PLEASE-PLEASE AKU MOHON DENGAN SANGAT! Panggil aku NDOP, NDOFAR, MAS NDOP, MAS NDOFAR (atau namaku yg lain kayak Ali, atau Muhammad)! Kalau kamu masih usia SMP ke bawah, panggil aku MAS aja. Udah GAKPAPA GAUSAH SUNGKAN! Kalau kamu gak nyaman, yaudah panggil aku LIK NDOP. Udah GAK USAH MANGGIL PAKE PANGGILAN LAIN! I just don’t like it! I just want to make friend! Jadi jangan sakiti hatiku.

SUMPAH! Kalau kamu jadi temenku, kalau aku nyaman sama kamu, AKUTU BAKALAN ROYAL! Kamu untung banget temenan sama aku. Syaratnya sesimpel manggil aku sesuai paragraf di atas! THAT’S IT!

Apa lagi?
Minta traktir?
HAYOH GAS!
AKUOG!

10 Comments

Leave a Reply to JohnyCancel reply