Risih dengan Kata Gegara dan Tetiba

Ngetren pemakaian kata gegara dan tetiba sebagai pengganti gara-gara dan tiba-tiba itu sudah berapa lama ya?

Yang jelas sejak setahunan yang lalu ya. Dan sampe sekarang aku belum bisa pakai kata itu senajan sudah ada di kamus besar versi ke berapa gitu. Sebuwa kamus yang menurutku baik banget karena kata yang belum ada trus jadi diada-adain kayak kejar target penambahan kata baru tiap bulannya gitu. Hahaha

Karena risih aja. Soalnya gak fair gitu. Kenapa cuma dua kata itu doang yang disingkat? Rata-rata apa boleh disingkat jadi rerata? Kura-kura juga boleh disingkat jadi kekura? Ntar kalau makan-makan berubah jadi memakan? Haha

Sebenarnya pernah baca juga si manusia indie nyebut kata bebikinan, atau gegulingan, sebagai pengganti kata bikin-bikin atau guling-guling. Tapi kok gak fair kalau cuma hanya pada kata tertentu saja rumus itu dipakek.

Jadi rumusnya adalah kata pertama cuma diambil konsonan pertama trus ditambah huruf vokal “e”.

Tiba-tiba = kata pertama diambil huruf “t”nya doang trus ditambah “e”. Jadi tetiba. Tanda “-“ dihilangkan.

Jadi emang memercepat penulisan sih. Cuman gak fair aja kalau cuma beberapa kata aja yang boleh.

Aku iseng update status di facebook tentang hal ini. Ternyata ada beberapa blogger yang sama-sama risih baca tetiba dan gegara. Agus Mulyadi salah satunya. Trus ada blogger satu lagu, Armita Fibri juga mengatakan yang sama.

Di sini daku gak membahas apakah si gegara dan tetiba itu salah lo ya. Soalnya kalau masalah eyede, aku juga gak suka terlalu mengikuti pakem eyede. Jadinya gak manusiawi soalnya. Haha.

Jadi ini cuma masalah preferensi, alias kesukaan. Jadi ini murni subyektif belaka. Tidak menyalahkan orang yg pakai kata gegara dan tetiba sama sekali. Silakan buat klean yg mau pakek gegara dan tetiba. Bebas merdeka!

Di feisbuk malah ada yg merembet mbahas kata gaul zaman now yang menurutku gak nyambung dengan konteks. Karena yg kubahas adalah gegara dan tetiba. Kenapa malah mbahas “jan, keknya, yakali”? Wong aku lo gak mbahas kesalahan penulisan. Aku cuma mbahas risih sama gegara dan tetiba aja.

Untuk menetralisasi supaya orang gak benci-benci banget sama aku, aku tambahi kalimat “Mungkin aku sakit jiwa”. Padahal ya enggak gila juga. Eh, sapa tahu memang gila beneran ya? Hahahha kayaknya kok iya.

Kak Anazkia menambahkan kalau tetiba dan gegara ternyata udah lama dipakek di Malaysia. Oh wajar sih. Di sana emang suka nyingkat kata kan ya? Trus kita ikut-ikutan xixixi.

Tapi ternyata kita gak ikut-ikutan kok, temen lain Wak Jek, bilang kalau gegara dan tetiba itu sudah dipakek lama di Medan. Baru kali ini ngetren gara-gara sosyel media.

Pantesan udah dimasukin kamus besar ya.

Kak Neny temenku kuliah ngasi bukti skrinshot kalau si gegara dan tetiba sudah masuk di kebebei lima:

Gegara tetiba KBBI V

Sial! Bahasa Indonesia makin aneh-aneh aja! Haha.

Kutunggu semua bahasa gaul dimasukin kamus besar deh. Gapapa kutunggu sampe versi 100 deh. Tolong masukin “pen (pingin), jan (jangan), yoda (yaudah), sama yuyur (jujur) deh, biar kaum food reviewer di instagram saweneng. Hahaha

Yaudah, gitu aja gaes curhatan kali ini. Bye bye.

4 Comments

Leave a Reply to Noreta Agus SasonoCancel reply