M. Quraish Shihab Menjawab: Puasa Bagi Musafir
|Bagaimana kewajiban puasa bagi seorang musafir. Batasan-batasan seperti apa yang dipakai untuk menentukan bahwa seseorang tergolong musafir, dan bisa meninggalkan ibadah puasa. Bukankah zaman sekarang ini seorang musafir tidak sesengsara zaman nabi sehingga Alloh membebaskan kewajibannya?
Pada ayat 184 surah al-Baqarah [2] Alloh berfirman, “Maka barangsiapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. ” Ayat ini tidak menjelaskan batas safar/perjalanan atau penyakit. Agaknya Alloh bermaksud menyerahkan itu kepada nurani masing-masing, kapan dia boleh tidak berpuasa dengan syarat menggantikannya pada hari yang lain. Para ulama berbeda pendapat menyangkut batasan musafir. Mereka membahas terlebih dahulu, apakah izin ini disebabkan karena dalam perjalanan/safar itu sendiri ada musyaqqah, yakni kesulitan/keletihan yang dialami oleh seorang musafir, atau izin itu disebabkan karena adanya safar/perjalanan baik meletihkan maupun tidak. Sementara ulama berpendapat bahwa izin itu disebabkan karena adanya musyaqqah/kesulitan, dan untuk itu tidak perlu ada pertimbangan jarak dalam hal izin untuk tidak berpuasa. Batasan bolehnya tidak berpuasa menurut penganut paham ini adalah tergantung pada pertimbangan masing-masing, yakni apakah puasa menyulitkannya atau tidak. Bagi yang berpendapat bahwa izin itu karena adanya safar/perjalanan,- maka siapa pun yang musafir, meninggalkan tempatnya bermukim ke lokasi lain, maka ia boleh tidak berpuasa. Apakah ada patokan atau ukuran jarak untuk itu? Di sini mereka berbeda pendapat. Secara umum, kita dapat berkata bahwa jarak yang dikemukakan para ulama adalah antara 65 sampai 95 kilometer.
Selanjutnya, logika Anda benar jika diukur dengan keletihan seseorang zaman sekarang dengan zaman dahulu, namun kata ulama yang mempertimbangkan safar dan bukan keletihan: “Dalam perjalanan sependek apa pun pasti ada keletihannya, kalau bukan fisik, maka pikiran. ” Akhirnya, perlu diketahui bahwa izin untuk tidak berpuasa bagi yang musafir, syaratnya adalah bahwa perjalanannya itu bukan untuk kedurhakaan kepada Alloh swt. Demikian, wallaahu a’lam.
g yaaah
yup..sebenarnya bagi musafir itu kalu puasa y menurut kesanggupan..tapi Alloh suka apabila rukshahnya kita ambil..dan jngn lupa nanti dibayar :D
Melu Ngaji bareng Mas nDop…
Berarti nek musafiri nduwe toleransine dewe2 ya mas nDop….
tak kiro toleransine podo kuwabeh, wekekeke…
isini aku ra entok
Jika memang tidak terlalu memberatkan jiwa-raga, saya lebih senang berpuasa. Jika hutang toh nanti juga harus membayarnya setelah Ramadhan usai.
salam hangat dari Surabay
nya.
bacanya ngebut, tapi insyaaloh paham kok
ah saya perjalanan surabaya jakarta pp juga ndak mokel mas..
mokel sekali karena hampir pingsan menahan masuk angin..
hembb… keren blognya mas . ajarin donk.. Newbie neh ..
salam kenal.. di tunggu kunjungan bliknya,.
Nice info
hmm… saat perjalanan Trenggalek-Surabaya saya masih puasa loo… *pamer*
tapi udah termasuk jadi musafir belum ya? hihi
wow
aku yo sok nonton ustadz quraish shihab mas..
pancen uwapix tenan ya mas
ealah..aku yo sering ndelok ndk me***tv .. haha.. mas ndop, knjung+komen di blog baru ku yakk..
postingan yang bagus mas dzofar
tetep diusahakan puasa ndop
alhamdulillah ora mokel :P