Dua Jam di Artjog 2025 Motif: Amalan
Tiap tahun banget nih ke Artjog?
Banget! Haha. Tahun 2025 ini adalah tahun kelima aku ke Artjog.
Entah kenapa aku gamau ketinggalan nonton Artjog tiap tahun. Kayak ada sesuatu yg hilang gitu, kalau ga ke Jogja National Museum tiap bulan Juni-Agustus. Artjog tahun ini diadakan tanggal 20 Juni sampe 31 Agustus 2025.
Bedanya, kalau tahun-tahun sebelumnya aku ke sini ngepasin ulang tahunku, Artjog 2025 ini aku ke sana tanggal 9 Juli. Wicis, jauh sebelum HUTku 30 Juli.
Persamaannya, aku masih sama mas Jodi (@anthonyjoddie) seperti tahun sebelumnya 2024. Tapi ada yang spesial di tahun 2025 ini. Aku ngajak temen kerjaku yg lain ketika di Baltazar dulu, yaitu Mbak Santi (@santiwarastutisanti), dia adalah mbak menejer, merangkap translator, merangkap asisten bos yang kerjaannya sangat sibuk dan hektik!
Mbak Santi ngajak suaminya, mas Reto (@etosunarta), yang seorang seniman asli. Bukan seniman katepe kayak aku. Di rumah Mbak Santi isinya full lukisan. Bener-bener kayak masuk pameran seni.
Memilih tanggal 9 Juli itu sebenarnya random aja. Harinya Rabo pula. Harapan memilih weekday sih, supaya gak umpel-umpelan aja. Walaupun kenyataannya tetap ramai. Karena 9 Juli itu masih masa liburan sekolah. Wahaha.
Jadi konsep perjalananku ini unik. Instead of ketemuan di Jogja aja trus berangkat bareng ke Artjog, aku memilih naik kereta turun Stasiun Purwosari Solo. Lalu ngegrab ke daerah Sumber, Banjarsari, Solo, lokasi kantor Akun.biz milik mas Jodi.
Di kantor Akun.biz, aku dipamerin koleksi Tamiya Dash Yonkuro milik mas Jodi. Koleksinya lengkap anjay!

Sebelum mobilan ke Jogja, aku makan dulu. Diajak ke Tenda Biru. Resto yang menjual makanan khas: Selat Solo.

Tapi di sini aku mesen gudeg sama es teler. Semua makanan dan minumannya top notch! Enak banget. Nine out of ten, 9/10! Harganya juga belasan ribu doang.
Cuman buat kaum WFC kayak aku, sepertinya tempat ini tida cocok. Wahaha.

Karena masih pagi, kami lanjut ngopi di Kelana oleh Sekutu Kopi. Aku mesen Caramel Latte. Harganya lil bit praisi tapi worth buying sih.

Mbak Santi ternyata sudah siap untuk dijemput di rumahnya di Brebah, Sleman, Jogja. Setelah centak-centuk bentar di musholla cafe Kelana yang estetik, kami otw Jogja. Yay!
Pemandangan tol Solo-Jogja sungguh mindfullness. Kalau direkam video, cocok buat video narasi meditasi dengan beksaun suara e-ae yang semakin ke sini semakin natural saja. Haha.

Kira-kira sejam, kami sudah sampe ke lokesyen. Kami disambut oleh Mas To, sang suami. Lalu Mbak Santi datang kemudian. Kami ngobrol bentar, lalu cus ke Artjog.
Cari parkiran mobil agak susah. Ternyata meskipun Rabo, pengunjung serame ini. Jam setengah lima sore, kami masuk venue.
Selanjutnya, kalian nonton vlog saya ajah ya:
Sesuai judul, aku hanya butuh sekitar 2 jam saja untuk menyelesaikan semua pagelaran seni Artjog Motif Amalan ini. Padahal tahun-tahun sebelumnya, aku bisa sampe 3 jam bahkan lebih. Sisi positifnya adalah, aktivitas ritual centak-centukku jadi gak terganggu. Mushollanya ada setelah pintu keluar soalnya. Alias kita gabisa izin sholat trus balik lagi nonton. Kecuali beli tiket lagi. Hahaha.
Bahkan Mas Jodi, Mbak Santi, Mas Reto, mereka bisa selesai hanya sejam lebih dikit. Hahaha. Maklum mereka gak sibuk ngonten kayak aku. Gak sibuk fota-foto kayak aku. Full hadir menikmati karya seni. Ga ada beban bikin konten kayak aku. Haha
Bentar, gak afdhol kalau aku gak upload foto-foto di sini. Sambil aku ceritakan kesan melihat karya seninya. So here they are:

Sangat menyita perhatianku. Karya seni berjudul “Seni Penjernih Air” karya
Karya seni di atas ini sebenarnya memang alat penjernih air sungai. Jadi sampah dan kotoran sungai diangkat ke permukaan melalui putaran kincir yang digerakkan oleh derasnya aliran sungai. Ketika dipindah sebagai karya seni, putaran kincir bisa digerakkan melalui kayuhan sepeda.
Deskripsi lengkap bisa dibaca di bawah ini (klik gambar untuk memperbesar):

“Something else” yang unik lagi adalah karya mbak Veronica Liana ini. Judul karya seni ini adalah Rupa Tan Mantra. Jadi dia membuat benda sehari-hari as an ibu rumah tangga, kayak piring, wastafel, gas elpiji, leptop, bahkan mainan anak-anak, keran air, dan lain-lain dari bahan kain kanvas. Mbak Veronica ini pelukis, namun kesibukannya sebagai ibu rumah tangga membuat dia gak sempet melukis lagi.
Tan Mantra artinya gak bisa diukur. Rupa Tan Mantra artinya kegiatan dia sehari-hari kayak masak, cuci baju, ngurus anak, dll, gabisa diukur dari POV kegiatan berkesenian. Walaupun sebenarnya tetap saja ada seninya. Seni ngurus anak, seni bersih² rumah, dll.
Kenapa dibikin satu warna, ngeblend sama warna tembok?
Ya, karena kegiatan ibu rumah tangga kayak ngurus anak itu gak kelihatan sebagai kegiatan berkesenian.
Mudeng?
Nggak ya?
Sama sih. Aku juga ngawur ngejelasinnya. HAHAHAHA.
Penjelasan di bawah ini yang bisa dipercaya (klik gambar untuk memperbesar)

Aku gak paham sama sekali sama karya di atas at all. Bener-bener no clue. Setelah baca deskripsinya di situs artjog.id, akhirnya lumayan tercerahkan.
Tapi sebenarnya tanpa memahami apa arti dari sebuah karya seni, kita tetap sah-sah aja kok, gak salah. Karya seni gak harus dipahami artinya. Cukup dirasakan. Perasaan apa yang muncul ketika melihatnya, ketika (kalau boleh) menyentuhnya, dll.

So, dari judul karyanya, “Dialog Antara Bumi dan Tanah (Gaia & Tetra)” by Dian Hardiansyah, baru ngeh kalau makhluk panjang-panjang itu adalah alat komunikasi tanah dan bumi. Mereka berkomunikasi tentang solusi mengatasi kerusakan bumi.
Mas Dian Hardiansyah, karyamu sungguh estetik btw. Walaupun aku yakin 90% orang gak akan paham maksudnya kalau gak baca deskripsi. Haha.
Deskripsi selengkapnya ada di bawah ini (klik gambar untuk memperbesar):

Karya abstrak kayak gini sudah pasti 99% gabisa dipahami sebelum baca deskripsinya. Haha.
So, judul karya ini adalah Beneath Fingers, Echoing Through the Shadow of a Still House by Dian Suci Rahmawati. Sudah abstrak, eh pake bahasa enggres. Mbak Dian, ampuuun! Hora mudeng! Hahaha.
Jadi menurut pemahamanku yg sotoy dan tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya ini, kain-kain yang terjuntai manja berwarna merah itu adalah penggambaran sekat-sekat, jendela-jendela, dari bangunan berisi 200 pekerja rumahan yang bekerja untuk pengusaha asing. Mereka bekerja tanpa adanya kontrak kerja hitam di atas putih. Jadi kalau (amit-amit) setelah mereka kerja trus si bule kabur, gak membayar mereka, mereka ga bisa nuntut apa-apa.
Warna merah itu menggambarkan pekerjaan mereka yg berdarah-darah, tanpa lelah, sampe titik darah penghabisan. Sekat-sekat yang nyaris transparan itu menggambarkan tidak adanya ruang privasi dan ruang kerja. Karena mereka bekerja hampir di seluruh ruangan yg ada di bangunan itu.
Agak keren ya, penjelasanku? Haha. Tapi jangan dipercaya 100% ya, karena deskripsi yg valid bisa dibaca di bawah ini (tentu saja gambar bisa diklik kalau pengen tulisan yg lebih cetho):

Suka nih, kalau berbau-bau eliyen, alias makhluk planet beginih. Sebenarnya ada foto-foto crop circle juga di situ, namun tidak saya fotoh. Maybe ada di vlogku di atas.
Karya di atas berjudul “Vortex Line” karyanya mas Venzha Christ. Garapan mas Venzha sungguh detail dan realistis. Bentar, aku baca deskripsinya dulu. Syapa tau aku sedang berhalusinasi. Haha.
.. l o a d i n g …
Wow. Keren!
Mas Venzha ini ternyata salah satu orang yg haqqul yaqiin akan adanya UFO. Keyakinannya diperkuat dengan munculnya crop circle, penampakan UFO berkali-kali di Jogja. Dari yang berbentuk donat, sampe kotak. Bahkan dia sampe bikin laboratorium tentang UFO dan science. Di Jogja fenomena UFO memang sesering itu, sampai ada yg namanya Kampung UFO.
Ketertarikannya sama teknologi dan UFO, bikin mas Vinzha bikin karya ini. Dia menjelaskan kalau hubungan manusia dan alat buatannya adalah karya seni. Keren sih! Spektakuler!
Deksripsi yg lebih spektakuler, bisa dibaca di bawah ini.

Dan the last but not least, karya yang paling gong yang aku suka, adalah Inner Monologue karya mbak Meta Enjeltia ini. Saya rasa mbak Meta harusnya kolaborasi sama mas Venzha untuk menciptakan karya Alien atau monster aneh luar angkasa dalam satu ruangan. Pasti bakalan beuch! (dibaca kayak Nessy Jaj), pecah kepalaku saking kagumnya.
Dan sebelum baca deksripsinya, aku menduga karya ini adalah makhluk aneh luar angkasa yang datang ke bumi. Atau maybe ini adalah makhluk bumi yang ada di hollow earth? Dari pada semakin ngawur, yuk kita baca deskripsinya..
DAN… SETELAH BACA DESKRIPSINYA… kepalaku mau pecah! Hahaha. Karena sangat amat jauh dari imajinasiku. Hahaha. Kacau banget isi kepalaku sumpah!
Jadi karya di atas itu menjelaskan apa?
Ya sesuai judul. Inner Monologue. Komunikasi dengan diri sendiri.
Ef ye i, Mbak Meta ini kidal. Dan karya yang dibuat pakai kain dengan warna-warna alamiah di atas menggambarkan perasaan mbak Meta selama menjadi kidal dari POV orang lain. Kita tahu sendiri kalau orang kidal selalu dibully. Bahwa tangan yg baik itu tangan kanan. Tangan kiri untuk cawik saja. Untuk hal-hal “buruk” saja.
Kita jadi tahu kan, kalau bullying itu nyakitin. Kayak jarum yg menusuk-nusuk. Kayak cakar yang mencabik-cabik. Kayak monster dengan kuku-kuku tajam yang siap melukai siapapun yg menyentuhnya.
Ya amplop mbak Meta. Karyamu sungguh unpredictable. Nyeni banget. Hensdaun!
Deksripsi lengkapnya di bawah ini.
Okay aku capek. Tercatat sudah 1400 kata sudah aku tulis di sini. So, better you check yourself the description of each artists and artworks on website artjog.id. Semoga linknya abadi ya.
Pukul setengah tujuh aku keluar gallery. Tapi seperti biasa, ada Artjog Kids. Yang memamerkan karya seni buatan anak-anak. Sangat seru. Walaupun secara kejutan, so so aja ya.
Aku sudah ditunggu selama hampir sejam sama temen-temenku. Kami lalu syuting review bentar. Lalu foto-foto. Seperti biasa, kru Artjog selalu ramah. Selalu mau dimintai bantuan memotret. Sama kayak foto-fotoku di atas. Semua hasil bantuan crew Artjog.


Sebenarnya perutku lapar. Tapi Mbak Santi ngajak aku ke studionya mas Angki (@angki_pu) yang deket dari lokasi Artjog.
Mas Angki adalah seniman scanography. Dia berkarya seni menggunakan media sken-skenan. Semua benda disken sama dia. Bahkan sampai otak sapi! Bener-bener di luar nalar ya. Haha. Seniman sejati memang selalu autev the boks!


Apaka kalian menemukan hasil scan dari otak sapi?
Di depan studionya Mas Angki ada angkringannya. Kami makan-makan sego kucing yang rasanya 10/10! Absolutely delicious! Lalu minumnya aku coba wedang rempah-rempah yang lupa namanya apa. Yang jelas rasanya sungguh sehat kayak jamu tapi aku suka!
Karena kenyangnya masih nanggung, kami lanjut ke Sate Klathak di Sate Kambing Muda Mak Adi. Baru sadar kalau sate klathak itu bumbunya garem doang tapi kok enak banget. Haha.

Setelah kenyang, Mbak Santi dan Mas Reto dianter pulang ke Brebah lagi. Aku dan mas Jodi nginep di The Capsule Malioboro. Sudah langganan tiap tahun. Haha.

Mandi-mandi, bales-balesin DM, chat, repost story, sekrol sosmed, jam 2 an pagi aku tidur pules. Capek sekali seharian ini.
Day 2 di Jogja, aku memilih untuk gak ke mana-mana. Alias pulang aja ke Solo. Mas Jodi ada ide nonton film. Aku langsung gas. Kami nonton Superman.
Untuk mengisi perut, kami makan Pizza Hut dulu. Aku sudah lama banget gak makan makanan khas kampung halamanku di Itali. Kangen sama rasanya.

Gud nyuz banget rasa Pizza Hut di The Park Mall sini seenak di Kediri Mall. Soalnya di Madiun rasanya beda.
Mas Jodi syok banget ketika lihat harga pizza berdua cuma 70 ribu sekian. Selama ini dia kalau ngajak 2 anaknya ke PH, habis 400 ribuan! Wicis kaceknya sebanyak itu. Ternyata dia selalu beli Pizza Hut di menu utama. Bukan menu “khusus” yang biasanya disembunyikan karyawannya.
Menu itu adalah menu paket berdua. Menu yg baru dikeluarkan kalau kita minta. Dan harga paket berdua ini bisa menghemat uang kita berpuluh-puluh ribu rupiyah. Wahahaha.
Syaratnya cuma satu: berani malu dikit. Hahaha
Yuk ah nonton.

Gantian aku yang syok!
Baru sekali ini cobain nonton di studio Premier XXI. Kirain harganya ratusan ribu. Ternyata.. cuma… ENAMPULUH RIBU.
Like what?
Murah banget!
Dengan fasilitas semewah ini. Bisa tiduran. Kaki selonjor. Dikasih selimut. Ada meja. Ada laci di sana sini.
Mana film Superman 2025 ini bagus banget pula! Aku sampe ngasih rating 10/10! Haha.
Kunjungan ke Solo-Jogja-Solo selama 2 hari ini sungguh lancar jaya tanpa kendala tanpa drama. Sepertinya ilmu zen, ilmu tenang, ilmu nafas, yang aku tonton via yutub punya dampak yg lumayan.
Kalau mentalku masih seperti setahun yll, sepertinya ga akan setenang dan sesukses ini. Semesta kayak nunjukin jalan satu persatu. Dari awal nyegat grab di stasiun Purwosari, tiba-tiba ada ibu-ibu ngasih tahu. Nyegat grab di depan sana aja. Kalau di sini, drivernya bakalan minta uang parkir.
Lalu pas cari parkir ketika di Artjog, awalnya disuruh orang buat muter, karena dia bilang parkiran penuh. Karena kami tenang, maka kita ga nanggepin kata orang. Kita coba lurus cari parkiran lain, eh dapet. Mudah banget pula. Haha.
Dan kejadian-kejadian lain yg akhirnya berakhir sukses lancar karena kami menanggapinya dengan ketenangan. Zen. 
Okay sudah 2000 kata lebih. Bye!









