Segalanya Butuh Uang?

Di suatu malam pas cangkrukan sama temen SMA satu-satunya di Nganjuk yg mau diajak cangkrukan, Bowo, ada obrolan yang kayaknya asyik dibahas karena kami menemukan ada kejanggalan di suatu ungkapan:

Uang bukang segalanya, tapi segalanya butuh uang

Kami pun sama-sama setuju kalo ungkapan atau istilah itu salah kaprah. Pada kalimat pertama dikatakan bahwa “uang bukan segalanya”, oke ini masuk akal. Uang memang bukan segalanya. Uang ya sebagai alat tukar, bukan segalanya. Uang bukan pohon, uang bukan tanah, uang bukan sawah, uang bukan tangan kita, uang bukan otak kita.

Oke kita berfikirnya logika saja ya. Jangan berfikir secara mendalam. Kalo dipikir secara mendalam kita akan berfikir begini, bahwa pohon kalo kita gak punya duit buat membelinya, ya kita gak punya pohon. Trus saya akan menyangkal begini, lha siapa suruh harus memiliki pohon?

Pohon di hutan yg tumbuh dengan sendirinya apa perlu uang? Dia tumbuh karena ada Dzat yg menumbuhkannya. Ada air, ada cahaya matahari, ada tanah, dan lain-lain. Jadi uang bukan segalanya itu benar. Kami nggak menyangkalnya.

Trus pada istilah “tapi segalanya butuh uang” itulah yang menjadi perdebatan panjang di facebook. Bisa dicek status saya di sini. Banyak sekali yang setuju kalo segalanya butuh uang!

SEGALANYA??

Saya bahas yang gak setuju dulu yah. Kebanyakan mereka yang bilang nggak setuju kalo “segalanya butuh uang”, mereka berfikir secara bijak (menurut saya). Dan mas Miftahur pun komentar begini:

Sebenarnya itu adalah ungkapan yg tujuannya mengubah mindset kita terhadap uang…
Tapi menurutku ungkapan itu juga terlalu berlebihan dan terkesan mendewa-dewakan uang…

Memang kita harus BERPIKIRAN POSITIF terhadap uang, namun bukan berarti hidup kita tergantung pada uang, atau bahkan berpikiran bahwa kebahagiaan kita sangat tergantung pada uang…

my conclusion: Uang adalah sarana, bukan tujuan…

Okay, it sounds wise. Uang bukan tujuan. Kita bisa hidup kok tanpa uang. Contoh paling ekstrim adalah orang gila. Dia gak perlu uang tuh, tapi kok bisa hidup? Siapa yang bikin dia hidup? Oke kalian sudah bisa jawab sendiri yah..

Segalanya butuh uang ya? NGGAK!

Aku kasih contoh, aku ngetik tulisan ini butuh duit nggak? ENGGAK!
Tapi khan kamu ngetik musti ada listriknya? Keyboardnya? Komputernya? Gak bayar ndop?

Berati yang butuh duit itu listrik, keyboard dan komputer, bukan ngetiknya.

Ya sama aja ndop. Coba kalo nggak ada keyboard, komputer, listrik, masa kamu bisa ngetik?

Ya bisa. Khan bisa pinjam komputer temen. Bisa juga pakek mesin ketik. Kalo gak punya bisa pinjam. Atau kalo perlu ya ke rental komputer. Ngetiklah di sana. Kalopun bayar, itu yg bayar sewa komputernya, bukan ngetiknya. Dengan kata lain, kalo kita rental komputer lalu kita gak pakek buat ngetik, kita tetep bayar rentalnya. Ngetiknya gak bayar. Yang bayar itu sewa komputernya, listriknya.

Sudah paham belum? Itu tadi cuma satu contoh. Padahal yang ada di ungkapan itu adalah “SEGALANYA”. Satu contoh saja sudah bisa menjadi bukti kalo kita gak tergantung sama uang. Apalagi SEGALANYA?

Definisi “segalanya” menurut kamus besar adalah semuanya. S.E.M.U.A.N.Y.A.!!

Kalo kita mengatakan SEMUANYA, berati selain manusia bisa masuk nggak? BISA BANGET. Semuanya itu mencangkup tumbuhan, hewan, benda mati kayak batu, tanah, air, udara. Trus alam semesta bisa masuk? Bisa banget! Planet? Bisa dong.

NAH, APAKAH TUMBUHAN, HEWAN, BATU, TANAH, AIR, UDARA, ALAM SEMESTA, UDARA BUTUH UANG?

Maaf, saya #SkakMat :siul:

Sebelum saya skak mat, mari kita ibaratkan “segalanya” itu bukan semuanya, tapi “hidup manusia” saja deh. Berati yg kita bahas di bawah ini adalah “Hidup manusia butuh uang”, bukan segalanya butuh uang ya..

HIDUP MANUSIA BUTUH UANG

Menurut komentar mas Purwanto:

Enek sing ngomong mangan butuh duit, sakit butuh duit, sakjane sing dibutuhne ki rejeki, nek nduwe duit tapi gak dikek’i rejeki mangan yo ra iso mangan wkkwkwkw, meski misale wes tuku sego meh mangan ono tamu, bareng tamu wes muleh kesusu meh mangan tangane nyenggol piring segane tumplek, lgi njupuk sapu meh diresiki dijupuk sing iso dipangan laaa segane dipangan tikus, jijik ra sido mangan, durung rejekine

Translate by ndop: Ada yg bilang makan butuh duit, sakit butuh duit, sebenarnya yg dibutuhkan itu rejeki. Kalo punya duit tapi gak dikasih rejeki, mau makan ya nggak bisa makan. hahaha. Misalnya udah beli nasi. Pas mau dimakan lha kok ada tamu. Ketika tamu udah pulang, buru buru mau makan tangannya nyenggol piring nasinya tumpah. Pas mau ngambil sapu mau dibersihkan dan diambil yg bisa dimakan, lha kok nasinya keburu dimakan tikus. Jijik gak jadi makan, emang bukan rejekinya.

Nah lo, yang secara logika butuh duit saja ternyata bisa disangkal dengan komennya mas Purwanto di atas. Memang kalo dipikir lebih dan lebih dalam lagi. Yang dibutuhkan manusia memang rejeki.

Bilyard yang gak butuh duit

Nah lo, mau main billiard ternyata ada yang nggak butuh duit lo..

Contoh dari saya: Maling nyolong duit sekarung. Uangnya pastinya bisa buat dia kaya raya. Tapi karena nyolong itu bukan jalan rejeki yg benar, maka uang sekarung itu cuma bisa buat dia resah gelisah merasa bersalah dikejar dosa. Kaya raya mungkin bisa diraih, tapi kenikmatan menjadi kaya raya itu nggak akan bisa dia raih. So, uang tidak menjadikan dia tercukupi kebutuhannya batinnya.

Contoh saya di atas adalah bukti kalo ketenangan hati nggak bisa dicapai HANYA dengan uang.

Di status facebookku, yang menjadi perdebatan adalah statemen saya yg bilang bahwa “BERNAFAS NGGAK BUTUH DUIT“.

Menurut saya, bernafas itu khan otomatis (kalo orang/hewan itu hidup). Tinggal menghirup udara lalu menghembuskannya. Bahkan kita nggak sadar kalo sedang bernafas khan? Kalopun bernafas itu bayar, berati kita harus bayar ke siapa? Tuhan? Tuhan nggak butuh duit.. :doh:

Itu kalo sehat mas ndop, kalo sakit sesak nafas, bernafas itu jelas bayar dong?

Oke ini contoh yang sama dengan ngetik di atas. Yang bayar tentu saja biaya menyembuhkan sakit sesak nafasnya. Bukan biaya bernafasnya. Dengan kata lain, kalo kamu mau menyembuhkan sesak nafas, trus kamu nggak mau bernafas, ya tetap bayar. Yang bayar itu biaya sesak nafasnya, bukan biaya untuk bernafas.

Sudah paham dong??

Oke saya kasih contoh satu lagi..

Kita kalo mau berdiri butuh duit nggak? Nggak dong. Kalo mau berdiri ya berdiri aja nggak usah nunggu aku bayar kamu. Kalo berdiri saja butuh duit. Berati semua orang yg mau berdiri harus punya duit dulu gitu? “Emaak, saya mau berdiri nih, minta duitnya doong?” gitu?

Khan berdiri butuh tenaga mas ndop, berati kita butuh makan, makan butuh duit..

Kembali ke contoh ngetik di atas deh. Yang butuh duit itu makannya. Bukan berdirinya. Dengan kata lain, kalo kita beli makan lalu kita nggak mau berdiri, ya kita tetep aja bayar. Bayar makanannya, bukan bayar berdirinya.

Oke deh, sudah-sangat-amat-jelas-sekali-banget saya menjelaskan. Jadi ungkapan Uang bukan segalanya, tapi segalanya butuh uang itu sebenarnya cuma lahir dari sastra dewasa. Semacam majas ironi lah ya. Ada yg komentar di facebook:

Menurutku ungkapan itu lahir dari sastra yg dewasa mas. Seputaran majas ironi lah atau sindiran terhadap suatu keadaan sosial. Standart komunikasi kita aja mungkin yg menjadikan statement ini terdengar seperti yg tersurat…

by: Om Joe

Baiklah, saatnya kita akhiri postingan ini.. Tunggu postingan kontroversi lainnya yah..

HIDUP KONTROVERSI!!

50 Comments

Komen yuk kak!