Sepedahan Offroad ke Widas Bening Saradan

Minggu, 11 Januari 2015.

Sudah setahun lebih nggak offroadan. Terakhir downhill an di Roro Kuning Nganjuk menuju Kuncir. Trus habis itu ceritanya aku kapok. Huahaha. Dasar cemen!

Trus tiba-tiba tadi malam kok aku nekat ngajak sepedahan di grup watsap yg isinya anak-anak offroadan. Lha daripada tema obrolannya cuma sharing foto gajelas, mbok ya sekali-kali mbahas rencana sepedahan ke mana gitu.

Lha kok, direspons sama Agung, sang senior offroad asal Mbagor Nganjuk yg juga temen satu SMA dulu. Rencananya dia besok naik ke gunung Pandan. Aku langsung iyakan saja. Gak mikir nanti akan kayak gimana.

Cuman malam itu aku tumben banget persiapan. Aku cuci kaos lengan panjang Eiger (150K) malam itu, masukin pengering, jemur di keheningan malam. Lalu menjahit sarung tangan yg sobek. Bawa kacamata biar gak kelilipan, trus sepatu. Udah komplit.

Dan aku tumben-tumbenan bisa tidur cepet jam setengah satu pagi. Mungkin gara-gara tadi habis karaokean di Kediri, jadi kelelahan trus cepet tertidur.

Sempet nglilir jam 3 pagi tapi untungnya bisa tidur lagi, trus bangun jam 5. Sedikit masih ngantuk. Untungnya mas Koko bilang agak telat dikit, setengah tuju aja berangkatnya. Oke sip, aku rebahan sebentar. Memanfaatkan waktu untuk istirahat.

Setengah tujuh kurang, aku menjemput kak Koko, berangkat ke Bagor (7 km) menjemput kak Agung. Lalu berangkat lagi ke desa Ngudikan Wilangan Nganjuk (2 km) untuk menjemput mas Aji. Sarapan nasi pecel dulu. Trus berangkat offroadan di lereng gunung Pandan!

Mantab beroh!

Jalan setapak selebar setengah meter sampai semeter mendominasi track yg kami berempat lalui. Aku ini payah deh, belum mahir-mahir juga melewati jalan sempit dengan bebatuan yg gak rata plus berkelok di turunan. Padahal udah lumayan sering (6 kali-an mungkin) offroadan begini. Hahaha..

Takut jatuh nyungsep sih akunya. Makanya lebih memilih hati-hati daripada nekat. Lha kalau kenapa-kenapa khan gak lucu bero. Job vectorku bisa terbengkalai. Kasihan klien udah nunggu lamaaa.. Haha.

Apalagi ukuran sepeda dan badanku ini gak singkron. Aku terlalu tinggi untuk sepedaku (United Dominate). Jadi untuk menyeimbangkan badan, agak perlu konsentrasi tinggi. Apalagi di jalan menurun, dengan lebar jalan cuma setengah meter, bebatuan pula, berkelok pula, musti ekstra keras konsentrasi menjaga keseimbangannya.

TAPI ITU JUSTRU SERUNYA!!!! Huahahahaha..

Kita gak bisa nyerah khan kalau ikutan offroadan? Mau pulang? Sama aja harus melewati jalan yg tadi. Mbok kira kalau kita nyerah, trus tiba-tiba ada malaikat yg terbang nganterin kita ke rumah gitu? HAHAHAHA.. ngimpi!

“Susah”nya offroadan (bukan jalan raya) dibanding onroadan (jalan raya) itu adalah ketika offroad, kita harus quick thinking, gak boleh terlena sedikitpun. Atau kamu akan terjerembab! Haha.

Lha piye, kiri kanan itu pepohonan rimbun atau persawahan. Jadi kita nggak tau bentuk jalan yg kita lalui berikutnya itu kayak apa. Ketutupan pepohonan itu. Jadi harus pinter mrediksi juga.

Sawah jagung

Jalannya rata-rata selebar ini bero.
Ini pas melewati sawah jagung.
Untung gak hujan ya, bisa licin trus gampang kepleset nanti.
Gak cyantik lagi dong eike.. HAHAHA

Belum lagi kita gak bisa memrediksi tekstur jalannya kayak apa. Kadang bebatuan kecil, kadang besar, kadang pasir yg sangat bikin terpeleset, kadang tanah liat yg lembek, kadang tanah biasa. Kalau jalannya mendatar saja sih kita bisa pelan-pelan ya, lha kalau jalannya menurun terjal?

SIAP-SIAP MEMOMPA ADRENALIN BERO!! Hahaha..

Aku belum pernah sih sampe terjatuh. Jangan sampe lah ya. Tapi kalau terpeleset karena salah milih permukaan tanah (harusnya milih tanah yg keras, aku malah milih yg berpasir atau lembek), sering. Hahaha. Walhasil jadi terpeleset. Langsung aku rem, mbenerin letak sepeda on the right track, lanjut nggowes lagi deh. Dan otomatis aku tertinggal jauuuuuuh di belakang sana. Huahaha..

Untungnya temanku offroadan selama ini baik-baik gak ada yg egois. Jadi ngajak aku offroadan, mereka sudah siap untuk berhenti nunggu aku menyusul. Hahaha. Sori ya kak, jadi lambat perjalanannya karena aku yg cemen ini.

Gak bisa bayangin kalau mereka egois, aku pasti udah ilang! Karena trek di pegunungan itu kadang bercabang dan kalau gak ada yg stenbae di percabangan jalan, bisa tersesat tuh anggota lainnya yg di belakang.

Tapi jangan khawatir tersesat sih bero, para pencari rumput, petani, selalu stenbae di sawah atau kebun mereka kok. Jadi anggap aja mereka adalah tour guide kamuh. Pasti mereka mau nunjukin jalan yg bener kok. Kalau tersesat, berati yg kamu tanyain tadi bukan manusia bero. Tapi.. Ah kok jadi merinding! HUAHAHAHA.

Jangan lupa selalu berdoa ya bero. Sebelum, selama, dan sesudah perjalanan. Biar selalu dalam lindunganNya.

Duh, aku udah kayak pakar aja nih, sok sokan ngasih nasehat. HUAHAHA.

Nah, yang bikin offroadan itu bikin badan remek, adalah jalannya yg gak rata itu. Geronjalan yg ektrim bikin tangan kita harus kuat memegang setir sepeda. Guncangan yg keras bikin lengan dan badan pegel semua.

Telapak tangan yg selalu menekan ke bawah karena menopang berat tubuh kita, juga akan memar dikit. Padahal udah pakai sarung tangan loh. Tadi mas Koko gak bawa sarung tangan, udah bisa ditebak kalau telapak tangan dia rasanya lumayan tuh. Haha.

Sarung tangan juga berfungsi biar kulit punggung telapak tangan gak gosong sih.

Sepatu yang solnya keset sangat penting untuk offroadan begini. Kalau gampang mleset, nanti kakimu bisa gampang banget lepas dari pedal. Dan itu bahaya bero. Bisa cedera loh. Belilah sepatu yg mahalan dikit, biar kualitasnya solnya bagus. Nabung ya bero.

Aku tadi pakai sepatu running, merek Reebok, nyaman dan aman dipakai buat sepedahan offroad. Temen yg lain sih pakai sepatu yg bagus juga. Mas Koko malah sandalan. Tapi solnya keset. Jadi aman.

Pakai pedal berpaku sangat rekomended untuk offroadan. Tapi kalau kamu sayang sama sepatumu karena akan meninggalkan lubang, yowis dicopot saja pakunya. Haha.

Istirahat dulu

Sudah sampai hutan jati nih di kaki gunung Pandan

Selfie bareng di lereng kaki gunung Pandan

Selfie bareng itu ritual wajib jaman sekarang!
Oh iya, lereng kaki gunung Pandan ini sudah masuk Saradan Madiun loh!
Tepatnya di desa Bandungan, kecamatan Saradan, kabupaten Madiun.
Kiri-kanan: Mas Aji, Agung, Koko, Ndop.

Tak terasa kira-kira 3 jam kami berada di alam pegunungan yg jauh dari pemukiman. Isinya hanya sawah, hutan, jalan setapak, rumput ilalang yg tinggi-tinggi, sesekali bertemu sungai. Dari suasana yg puwanas beratapkan langit, sampai yg suwejuk beratapkan pepohonan dengan dedaunan yg rapat, pun telah terlewati.

Jadi tahu gunanya helm sepeda. Aku paling males pakai helm sepeda sih. Buat apa coba selain buat gaya? Ternyata dugaanku salah. Hahaha.. Helm sepeda sangat berguna untuk melewati pepohonan super rimbun yg kadang rantingnya nyogrok-nyogrok kepala kita. Hahaha.

Pokoknya semua perlengkapan bersepeda itu gak cuma buatan ya bero. Ada gunanya semua. Mas Aji saja tadi pakai pelindung dengkul dan tulang kering. Awalnya aku pikir mas Aji cuma gaya-gayaan aja, tapi ternyata pelindung itu bisa menambah kepercayaan diri mas Aji untuk melesat cepat paling duluan di depan. Karena merasa kakinya lebih safe dan terlindung.

Kalau pas apes, trus kami semua terjatuh, mas Aji pasti lukanya gak separah yg gak pakek pelindung khan ya. Tapi itu cuma kalau. Jangan sampai terjadi. Aamiin.

Aku belakang sendiri

Melelahkan buanget! Udah gak kuat dikayuh.
Jadi dituntun aja sepedanya. Haha.
Aku ketinggalan jauh nih! Selfie dulu aaah..

Lereng gunung Pandan madiun

Ceritanya ini sudah nyerah
nggak melanjutkan ke puncak Gunung Pandan.
Okay, kita turun saja yuk!

Pas istirahat tadi, aku dikasih tau kalau ban sepedaku yg belakang sudah tipis. Wuih, selama ini aku gak sadar. Untung diingetin ya haha. Oke deh. Segera aku beli ban baru!

Obrolan selanjutnya sih seputar racun upgrade komponen sepeda ini itu, Ah, mending aku abaikan obrolan bab ini, bisa boros nanti. HAHAHA.

Hmm.. Sepedaku ini termasuk kekecilan sih untuk aku yg tinggi 176 cm ini. Kayaknya musti beli sepeda baru yg lebih gedhe nih?

TUH KHAN KENA RACUN????

*oke skip*

3 jam bergelut dengan konsentrasi penuh, akhirnya kami mendapat hadiah yg indah di depan sana. Ada waduk dengan airnya yg tenang dan melimpah. Huwaaaaa.. Ternyata udah sampai Kali Bening!!! (Atau nama kerennya Waduk Widas Bening).

Waduk kali bening Madiun

Hore sampai Waduk Kali Bening!
Kiri-kanan: Agung, Koko, Ndop

Ambasador Kali Bening

Ambasador kali Bening!

Habis foto-foto, kami cari es degan di warung sekitar Kali Bening. Warungnya ada di seberang sana. Kami harus mengayuh sepeda lagi untuk menjempur “syurga dunia” itu. hahaha.. Ngelak pol soale!

Kali bening di belakang sana

Ayo kita kayuh sepeda lagi teman-teman!
Kita jemput es degan di sana!

Kali bening di belakang sana

Kali Bening terpampang nyata di belakang sana!

Sehabis minum es degan dua gelas, kami pulang. Gak lewat jalan yang sama, sudah kapok! bosen! Kami lewat jalan yg lebih dekat. Biar cepet sampai.

Gak nyangka ternyata perjalannya jauh juga tadi. Kali Bening itu kalau diukur dari jalan raya yang lurus-lurus, jaraknya 20 km dari rumahku. Nah, kami tadi khan melewati lereng gunung yg naik turun dengan jalan berkelok-kelok. Jadi kalau ditotal, perjalanan kami tadi sekitar 40 km an!!!

Jadi pulang pergi sekitar 75 km an!!! Soalnya pas pulang kami mencari jalan yang lebih dekat.

LEMPOH BINGIT KAKI AKU KAKAK!!! Hahaha.

Tapi nggak terlalu diforsir sih tenaga kami tadi, banyak istirahatnya kok. Ya memang harus gitu lah. Sesekali berhenti sejenak, duduk duduk, ngobrol, menikmati alam yg hening dan damai. Melihat dedaunan hijau yg menyembuhkan jiwa. Jadi harus dinikmati. Bukan gaya-gayaan. Bukan ajang pamer tenaga. Hahaha.

Sampailah ke pemukiman penduduk. Kami sudah kayak artis gitu diliatin penduduk desa. Hahaha. Penduduk desa sini kecil-kecil malah pada naik motor. Menurut mereka naik motor itu keren sih. Kalau menurutku (yg orang kota), naik sepeda bisa sampe sini itu jauh lebih keren!

Mas Aji pun pulang ke rumahnya. Kami melanjutkan perjalanan beberapa kilometer lagi.

“Nglewati jembatan sing mau gak? Lali foto-foto kemau!” Tanyaku.
“Iyo nuuuu…”

Akhirnya kami melewati jembatan menyeramkan itu lagi sama kayak tadi ketika berangkat. Tadi ketika berangkat sih, aku berani ngayuh ya. Kalau sekarang ngeri hahaha. Karena keberanianku sudah dikuras pas offroad di gunung tadi. Hahaha.

Jembatan menakutkan

Jembatan di desa Paron ini syerem.
Kalau kita gak konsentrasi, trus belok, kejeglong deh!

Melewati jembatan itu, aku menuntun sepedaku karena gemeter ngelihat ke bawah. Sama kayak orang tua yg susah menjaga keseimbangan. HAHAHA.

Pulangnya mampir dulu di rumahnya Agung. Dehidrasi banget! Minum aer buanyaaaak! Padahal dua gelas es degan yg beli di Kali Bening tadi ludes tertelan, tapi tetep aja kurang. Masih hauuuus. Haha.

Jam satu siang, aku sampai rumah dalam keadaan sehat wal afiat. Meninggalkan pengalaman yg tak terlupakan. Meninggalkan pegal-pegal di kaki dan tangan. Langsung mandi, makan, trus bubuk. Semoga besok sudah pulih tenaganya, biar bisa ngerjain vector dengan asyik.

Ah, ini Minggu yang seru!!!

76 Comments

Leave a Reply to adibriza (@ADIBRIZA)Cancel reply